Saat maut menjemput dan manusia dengan sukarela atau terpaksa harus pergi meninggalkan dunia ini, sesungguhnya ia hanya akan diiringi oleh 3 ‘iring-iringan’, yaitu : keluarganya, hartanya, dan amalanya.
Keluarganya hanya akan mengantarnya sampai pinggiran kuburan, tak mungkin menemaninya hingga ke dalamnya. Hartanya , rumah, apartemen, tanah yang luas, kebun yang indah, perusahaan yang banyak dan harta tak bergerak lainnya, bahkan sejak awal tak mungkin ikut mengiringinya. Harta yang bisa mengiringi sekaligus menemaninya hanyalah kain kafan yang melekat di badan. Itu pun hanya sampai di dalam kuburan. Saat-saat kematian seperti itu hanya amalnyalah yang pasti bakal tetap setia mengiringi sekaligus menemaninya hingga ia menjumpai Rabb-nya. Bukan hanya menjadi teman setia yang mengiringi, bahkan amalnya itulah, tentu jika merupakan amal salih yang juga bakal dengan setia dan sukarela menjadi pembelanya di hadapan Mahkamah Pengadilan Akhirat yang tentu mahadahsyat.
Saat itu keluarganya termasuk istri/suaminya sekalipun, tak mungkin turut membela dan menolongnya, kecuali anak-anaknya yang salih/salihah. Bagaimana dengan hartanya?. Tak mungkin pula ia bisa membela dan menolongnya. Boleh jadi hartanya itu malah memberatkan dan membebaninya di hadapan Hakim Yang Maha Adil, ALLAH ‘AZZA WA JALLA; kecuali harta yang pernah ia sedekahkan, ia hadiahkan, ia hibahkan atau ia wakafkan di jalan-Nya.
Jika memang hanya amal salih satu-satunya teman setia yang akan mengiringi, menemani sekaligus membela manusia saat dimajukan ke Mahkamah Pengadilan Akhirat, faktanya banyak manusia malah lebih sering disibukkan untuk mencari dan mengumpulkan harta kekayaan, mengejar jabatan dan kedudukan, serta terobsesi untuk meraih sukses dunia yang fana. Sebaliknya, mereka sering abai untuk memperbanyak amal salih, mengejar pahala/surga dan terobsesi meraih sukses ukhrawi yang abadi.
Padahal Baginda Rasulullah saw pernah bersabda “Tuhanku pernah menawariku untuk mengubah bukit-bukit di Makkah menjadi emas. Namun, aku menadahkan tangan kepada-Nya, seraya berkata. “YA ALLAH, aku lebih suka sehari kenyang dan sehari lapar agar aku bisa mengingat-Mu saat lapar setia memuji-Mu dan bersyukur kepada-Mu saat kenyang.” (HR at-Tirmidzi).
Padahal kita pun amat memahami, dunia ini fana, sedangkan akhirat itu kekal. Kita pun sadar, dunia ini tempat singgah sementara, sementara akhirat itu abadi. Namun, sebagai manusia kita sering khilaf. Justru urusan-urusan dunialah yang sering menyibukkan kita, bahkan menghabiskan sebagian besar waktu kita, sementara untuk bekal kehidupan akhirat cukup sekedarnya saja. Padahal saat ajal tiba, segala urusan dunia itu akan kita tinggalkan. Yang tersisa hanyalah bekal untuk hidup setelah kematian. Itulah amal-amal salih. Itulah teman setia kita sekaligus yang akan menjadi pembela kita.
cLoCk
Jumat, 23 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar